Bila DPR-Pemerintah Tak Patuhi Putusan MK, Akademisi Ancam Pembangkangan Sipil

Info

Info Berita atau Kegiatan Kirim Ke :redaksipojokngopi@gmail.com

Bila DPR-Pemerintah Tak Patuhi Putusan MK, Akademisi Ancam Pembangkangan Sipil

Kamis

 Jakarta,PojokNgopi.com - Constitutional and Administrative Law Society (CALS) yang berisikan ahli hukum tata negara dan pemerhati pemilu di Indonesia mendesak pemerintah dan DPR mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU Pilkada. 

 

CALS yang mayoritas akademisi mengancam akan melakukan pembangkangan sipil dan memboikot pilkada jika RUU itu tetap dibahas serta mengabaikan keputusan MK

 

 Pembangkangan konstitusi oleh Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya harus dilawan demi supremasi konstitusi dan kedaulatan rakyat," bunyi keterangan CALS yang diterima, Rabu (21/8/2024).

 

Ada tiga hal yang diserukan, yakni;

1. Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024;

2. KPU menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024;

3. Jika Revisi UU Pilkada dilanjutkan dengan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi, maka segenap masyarakat sipil melakukan pembangkangan sipil untuk melawan tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya dengan memboikot Pilkada 2024.

 

Pertahankan Kekuatan KIM

CALS menilai pembahasan revisi UU Pilkada itu juga dilakukan untuk mempertahankan kekuatan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) yang terbentuk di Pilkada 2024.

Terlebih, menurut CALS, kedua putusan MK itu membuat peluang hadirnya kontestan Pilkada 2024 alternatif untuk muncul semakin mungkin.

CALS menilai munculnya kontestan Pilkada 2024 alternatif itu dianggap KIM Plus sebagai ancaman bagi koalisi gemuk mereka.

 

Oleh karena itu, CALS mendesak DPR dan Pemerintah segera mematuhi keputusan MK tersebut yang dilanjutkan dengan menerbitkan PKPU untuk menyelaraskan keputusan MK itu.

 

"Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024," tulis CALS.

 

Terdiri 27 Akademisi

Perkumpulan CALS ini terdiri dari 27 orang akademisi, mereka adalah 1. Aan Eko Widiarto 2. Alviani Sabillah 3. Auliya Khasanofa 4. Beni Kurnia Illahi 5. Bivitri Susanti 6. Charles Simabura 7. Denny Indrayana 8. Dhia Al-Uyun 9. Fadli Ramadhanil 10. Feri Amsari 11. Herdiansyah Hamzah 12. Herlambang P. Wiratraman 13. Hesti Armiwulan 14. Idul Rishan 15. Iwan Satriawan 16. Mirza Satria Buana 17. Muchamad Ali Safa'at 18. Muhammad Nur Ramadhan 19. Pery Rehendra Sucipta 20. Richo Andi Wibowo 21. Susi Dwi Harijanti 22. Taufik Firmanto 23. Titi Anggraini 24. Violla Reininda 25. Warkhatun Najidah 26. Yance Arizona 27. Zainal Arifin Mochtar.

 

Keputusan MK Mengikat Semua Pihak

Ahli Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara (USU) menilai kesepakatan Panja itu dinilai bertentangan putusan MK.

Ahli Hukum Tata Negara dari USU Mirza Nasution mengatakan jika putusan MK merupakan keputusan terakhir dan final. Keputusan itu bersifat mengikat semua pihak atau erga omnes.

"Putusan MK kan pertama dan terakhir, itu mengikatkan, erga omnes kan, dalam hal tersebut sudah melakukan penafsiran konstitusional terhadap norma hukum undang-undnag, yang diujikan undang-undang," kata Mirza Nasution saat dihubungi, Rabu (21/8/2024).

DPR juga dinilai harus mematuhi keputusan MK tersebut. Hal itu menjadi konsekuensi negara hukum.

 

Kok Ada RUU Pilkada

Tentang rapat yang berjalan hari ini, sebelumnya Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, mengaku heran. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan terkait persyaratan ambang batas Pilkada 2024.

Ia menyebutkan jika putusan MK nomor 70 dan 60 bersifat final and binding. Karena itu, menurutnya, seluruh pihak harus menghargai dan menghormati putusan tersebut.

 "Apa yang udah diputuskan MK, melalui putusan 60 dan 70 harus kita hargai dan hormati. Karena di sini lah kedaulatan rakyat ditunjukkan oleh putusan MK dalam hal ini kita menjaga demokrasi yang ada," tutur Ronny,  Selasa (20/8)."Ya kita lihat, kok tiba-tiba ada RUU Pilkada. Dalam hal ini kan tidak ada. Padahal udah diuji di MK. Kok tiba-tiba ada RUU Pilkada," pungkas Ronny.